Cara Menenangkan Hati ala Minimalist Indonesia

 




Tulisan ini ditulis untuk mereka yang sedang menghadapi ketakutan, karena memang dunia diciptakan dalam set fear and hope, ketakutan dan harapan. Walaupun kalau kata Jim Carrey dia tidak percaya dengan hope, tapi percaya dengan faith. Hope is jump to the fire, and faith is taking a leap to get through it. Tetapi fear and hope memang di design sedemikian rupa sehingga selalu berdampingan, fa inna ma'al usri yusro, begitu tertera dalam kitab para Muslim yang artinya sesungguhnya bersama setiap kesulitan ada kemudahan. 


Saya akan mulai dari satu hal yang paling niscaya dulu; mati. 

Satu-satunya yang pasti terjadi adalah kematian, tidak bisa ditawar, ditunda, apalagi dinego kehadirannya. Tidak menunggu apakah kita siap, apakah usia sudah matang, atau apakah jabatan sudah kita serah terimakan. Ini adalah bagian terseram dari sebuah realita kehidupan, tidak mungkin kita sanggup membayangkan apa yang akan terjadi di bawah tanah nanti. Yang lembab dan gelap, sendirian tak berkawan, lalu perlahan satu per satu lapisan kulit serta daging digerogoti oleh mikroba dan biota. Tapi sayangnya, itu pasti. Kini mungkin kita hanya menyaksikan satu persatu rekan sejawat pergi, orang yang kita kenal dulu sekali, orang yang masih muda nan rupawan, diangkut menggunakan peti, dikubur dan ditaburi bunga melati. Suatu hari.. kita lah yang ada di sana.


Jika sudah sama-sama sepaham soal ini, saya ingin mengajak kita memilah; what really matter in life? 


Minimalism adalah sebuah paham yang mengajarkan untuk menyaring hal-hal yang tidak signifikan, agar seseorang dapat memaknai hal-hal yang esensial. Segala yang menghalangi jalan terhadap essentiality, perlu disingkirkan dengan tega. Bayarannya tentu mahal sekali, harus ada bagian dari jiwa kita yang kita bunuh perlahan; yaitu kelekatan terhadap hal-hal non-essential. Bisa berupa benda, kenangan, bahkan orang yang kita kenal sekalipun. Semua demi menemukan apa yang sebetulnya paling penting untuk kita kejar, dan kita bisa fokus mengejarnya.


Selanjutnya seorang minimalist akan diarahkan untuk mendefinisikan hal esensial apa yang sebetulnya dia cari di hidup ini. Jika dikaitkan dengan pendahuluan di atas tadi bahwa kita pasti mati, maka boleh jadi hal paling esensial dalam hidup ini adalah waktu. 


Setiap hari kita selalu melalui jumlah jam yang sama, dan setiap detiknya selalu berlalu tanpa pernah mau menunggu. Tahu-tahu waktu kita sudah habis, dan kita belum selesai dalam satu pekerjaan sehingga bergantung pada hari esok untuk tiba dan menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tanpa pernah bisa berjanji bahwa esok benar-benar akan tiba. Siapa di muka Bumi ini yang bisa menjamin bahwa kamu akan besok keesokan hari?


Waktu adalah hal esensial yang paling sering dilewatkan dengan percuma. Apalagi di jaman serba digital seperti sekarang, yang hiburan dan pembelajaran semua hanya seperjangkauan genggaman tangan, waktu menjadi semakin tidak ada artinya. Jika dulu nenek kakek kita bisa mencangkul, menggemburkan tanah, menanam benih dan menyelesaikan berpetak-petak sawah dalam waktu satu jam, maka sekarang satu jam bagi kita hanya seperti currency mata uang untuk membeli segelas boba; nyaris tidak ada arti. 


Satu langkah awal dalam upaya mencari ketenangan hati saat sedang menghadapi hal yang ditakuti adalah dengan memastikan waktu yang kamu gunakan benar-benar terlalui dengan baik dan penuh makna. 


Bagaimana melalui waktu dengan penuh makna?


Untuk menjawab pertanyaan ini, saya perlu tarik jauh ke entitas diri kita sebagai manusia. Siapa kamu? 

Karena ini akan sangat tergantung dari bagaimana kita mendefinisikan diri kita sendiri. Saya, misalnya, mendefinisikan diri saya sebagai seorang hamba. Saya diutus di Bumi ini oleh Tuhan, My Master, yang harus saya layani sepenuh hati. Karena dengan pelayanan itulah nantinya saya akan ditentukan apakah berhak atau tidak untuk lanjut ke surga keabadian. 


Definisimu tentang entitas mu dan tugas yang kamu emban di sini akan mendefinisikan juga tujuan yang ingin kamu capai di sini. Jika menyadari diri sebagai seorang hamba, tentu tujuannya adalah membuat Tuannya senang, dong. Ya semisal kamu bekerja di perusahaan pun kalau bos mu senang sama kamu kan pasti kamu juga ikut senang. Walau kamu bilang 'saya bukan budak korporat, saya tidak bekerja untuk atasan saya,' tapi tetap saja yang kamu lakukan adalah untuk memenuhi target-target yang telah dia tetapkan untukmu, kan. Senang atau tidak senang, sebagai seorang karyawan ya tugasmu adalah memenuhi permintaan dari atasan.


Begitu pula dengan menjadi seorang hamba yang bertujuan untuk menyenangkan Masternya. Jika kamu muslim, di sini saya punya caranya, namun jika kamu beragama lain, kamu bisa skip sampai paragraf selanjutnya setelah ada tanda bintang tiga (*** seperti ini). 


Ada banyak sekali cara untuk membuat Allah senang pada hamba-Nya; meminta ampun terus menerus, membasahi lisan dengan mengingat-Nya, menjadi manusia yang bermanfaat, beribadah dengan tekun dan mesra, dll dll. Tapi.. di atas itu semua, yang paling bisa membuat waktu kita berlalu menjadi makna adalah dengan terus menerus melibatkan-Nya dalam setiap aktifitas yang hendak kita lakukan dari bangun tidur sampai mau tidur lagi. Terus menerus mengingat-Nya dan hidup dalam penuh kesadaran bahwa Dia mengawasi kita.


Saat bangun tidur, kita sudah ada doa nya. Lalu mengambil air wudhu, sembahyang, dan seterusnya. Saat matahari mulai terbit mungkin kita akan berhenti melakukan ritual ibadah dan mulai membersihkan rumah; Nah.. jika biasanya kita membersihkan rumah ya bersihin saja, sekarang mulai ditambah niatnya membersihkan rumah karena rumah ini adalah bagian rejeki dari-Nya dan harus dijaga dengan baik sebagai bentuk keberterimakasih kita pada-Nya. Juga saat kita mandi, membersihkan diri, berhias untuk bersiap melakukan pekerjaan. Bagi kalian yang beruntung memiliki pekerjaan, melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, fokus terhadap yang ditugaskan, menghindar dari obrolan tidak penting yang justru menjerumus pada kesesatan, dan itu semua dilakukan dengan niat untuk membuktikan diri pada Dia Yang Maha Menciptakan bahwa Dia tidak sia-sia telah menciptakan kita ke sini merupakan satu latihan mengasah hati serta pikiran tersendiri. Dan bagi kalian yang beruntung memiliki keluarga, bertugas mengurus anak, maka niat membesarkan anak-anak ini sebaik mungkin karena mereka adalah titipan-Nya merupakan tugas paling mulia yang bisa seseorang emban di muka Bumi ini.


***

Kunci dari menenangkan hati adalah ketika tujuan yang ingin dituju sejalan dengan jalur yang kini sudah kita tempuh. 

Namun seringkali kita terdistraksi dengan berbagai macam urusan dunia, bisikan syaitan, ujaran kebencian, dan iri hati karena membanding-bandingkan pencapaian. Apalagi sekarang, yang semua informasi benar-benar terbuka dan kita disuguhkan berbagai macam kemewahan yang selama ini kita pikir hanya ada di film atau sinetron saja. 


Hati adalah organ tubuh yang paling cepat merespon terhadap semua hal yang melintas di pikiran. Teman punya handphone baru, dia pun meringis ingin punya. Ada jejeran pakaian dengan merk ternama, dia pun meringis ingin punya. Ini adalah jaman yang paling melelahkan bagi hati, karena terus menerus dipenuhi keinginan padahal kemampuan terbatas.


Kata para ulama, tempat mengistirahatkan hati adalah di majelis ilmu. Majelis ilmu yang dimaksud adalah di kajian-kajian rohani, yang mengingatkan hal paling esensial dalam hidup dan satu hal yang paling pasti terjadi yaitu mati. Jika kita mati nanti, apakah semua yang kita kejar, kita takuti, kita harap-harap, akan tetap berarti? Padahal yang dibawa mati hanyalah amalan yang telah kita tebar selama di muka Bumi. Bagi yang beruntung ya bisa meninggalkan keturunan juga, keturunan yang baik juga adalah investasi di hari akhir setelah kita mati nanti.


Coba ini jika kamu sedang dihantui rasa takut, kesal, sedih atau marah:

Berhenti sebentar, tarik napas dalam dan pikirkan, apakah ini akan tetap berarti jika saya mati nanti? 


Mudah-mudahan setelahnya kita jadi lebih bisa menghiraukan hal-hal negatif yang hinggap di hati, membuatnya lebih ringan dan terus berfokus melewatkan setiap detik menit dalam kebaikan. Baik pada diri sendiri maupun orang lain, sambil terus menerus waspada bahwa jika kebaikan ini untuk orang lain, kita tidak berharap apapun kepada yang kita beri kebaikan itu. Karena kebaikan selalu punya jalannya sendiri untuk kembali pada yang memberi, selama kita tidak salah menaruh tempat untuk berharap. 


Karena mati itu pasti. Akhir dari hidup ini adalah niscaya. Sekarang tinggal bagaimana kita menggunakan sisa waktu yang ada dalam kebermaknaan. Berhenti menunda-nunda kebaikan, karena kita tidak pernah tahu apakah waktu yang ditunggu nanti itu akan ada. 


***

Saya belajar konsep Design Thinking, dan juga baca buku Design Your Life untuk tahu bahwa setiap apa yang kita rasakan, sangat patut untuk dipertanyakan. Bukan cuma sekali, tapi berulang-ulang kali.


Saya takut, kenapa? Karena saya takut mati. Kenapa saya takut mati? Karena tugas saya belum selesai. Mimpi saya masih banyak. Kenapa tugas belum selesai dan mimpi masih banyak? Karena saya lambat mengerjakannya, saya tidak punya cukup waktu untuk bisa fokus ke sana, saya masih terdistraksi dengan hal-hal lain selain mengejar mimpi. Kenapa masih terdistraksi? Karena.. karena dan karena.


Boleh jadi ketakutan itu hanya ada karena memang kamu secara alam bawah sadar sudah mengakui bahwa kamu terlalu banyak membuang waktu untuk hiburan-hiburan tidak berguna sehingga apa yang kamu capai pun segitu-segitu saja. Atau kamu tidak mengatur goal atau visi yang jelas sehingga mudah terpengaruh terhadap shiny things yang melintas. 


Saya takut orang yang saya sayangi mati. Kenapa? Karena saya sangat menyanginya, saya tidak mau kehilangan dia. Kenapa? Karena saya takut sendiri.. maka belajarlah untuk tidak terlalu lekat pada orang lain, karena semua pasti punya ajal.


Atau mulailah menghargai setiap waktu yang kalian lalui bersama, menghargainya, mengapresiasi apa yang dia lakukan, beri dia hadiah-hadiah kecil, terbitkan senyum di wajahnya, itu semua sudah sangat cukup sehingga suatu saat nanti jika ternyata dia pergi terlebih dahulu, kamu akan menengok ke belakang sambil bilang 'I did my best.. and she/he is happy'. Selebihnya biar Tuhan yang bekerja, mempertemukan kalian lagi di negeri yang abadi.

***


Saya akan tutup tulisan ini dengan satu pertanyaan terakhir, tentang hal yang jauh melampaui Bumi.


Apakah Cahaya adalah sumber dari Waktu? Tanpa Cahaya, apakah Waktu akan tetap ada? Jika sumber Waktu adalah Cahaya dan sumber Cahaya adalah Matahari, apakah itu menjadikan Matahari sebagai sumber Waktu?

***

Bogor, 23 Februari 2021. 23.40

The world is a cruel place, because it is designed that way. Find comfort in silence, find comfort in solitude. Your soulmate is out there, ready to fill your day with joy and tranquility. 


Comments

Popular posts from this blog

Something to Look Forward to

Inside the Mind of a Woman

144 Hours without Instagram