Decluttering Day 2: What's past is past.

 


Kamu merasa seperti berada di jalan buntu, menjalani rutinitas yang sama setiap hari dan seolah tidak ada progres. You were stuck, and it feels like a dead end. I'll tell you what, maybe you should revisit yourself.


Tengok benda-benda yang lama tertumpuk di dalam lemari mu. Di dalam kotak-kotak yang kau janji akan digunakan suatu hari nanti tapi tidak pernah kau gunakan. Old pillow you never use, packaging boxes you promise to reuse or a necklace that you never wear. Semua benda itu, tidak hanya menyerap energi positifmu dan mentransfer energi negatif yang tanpa sadar kamu serap, mereka juga mengumpulkan debu-debu yang membuatmu tidak nyaman bahkan untuk sekedar mendekati mereka.


Hari ini saya mulai decluttering lebih pagi. Selepas bikin sarapan dan melakukan satu-dua hutang pekerjaan, saya berhasil memulai jauh sebelum jam makan siang. Hasilnya, satu kotak tisu habis pada pukul sembilan malam. Seharian bersin tidak berhenti, padahal sudah pakai masker sensi. Debu-debu yang disimpan oleh benda-benda yang tertumpuk lama itu tidak kasih ampun. Bukan hanya bersin, tapi pilek nya juga sampai bikin hidung saya luka. So I drink 6 litres water today (4 times refil my 1,5 litres jug), but I either pee it or drop it from my nose. Kalau ada yang nelpon hari ini, pasti disangka saya sedang atau habis menangis, karena lumayan nyambung juga nangis sambil decluttering.


Lol. I cry a lot, but not to this one. What's past is.. past.

***

Temuan pertama yang membuat saya beristighfar in person --pakai mulut dan bukan cuma dalam hati-- adalah sebuah foto lama yang terselip di dalam sebuah novel. Novel itu hendak saya donasikan, tapi entah kenapa saya tergerak untuk membuka halamannya dulu. Padahal novel-novel lain yang saya masukkan ke kotak donasi tidak mendapat kesempatan terakhir untuk saya tengok. 


Jadi walaupun selama ini kamu pikir kamu sudah move on, belum tentu benda-bendamu pun juga sudah move on. Ternyata, dan saya baru sadar setelah seharian ini, mereka masih menyimpan kenangan lama yang tidak kamu sadari masih di sana.

I'm sorry, Kak. I really am. Goodbye, though.

Karena saya bukan tipe yang bisa biasa saja terhadap kenangan. Heran sih, gimana ya caranya supaya bisa jadi lebih cuek. Masih muda saja saya sudah se sentimentil ini, apalagi nanti kalau sudah tua saat memori adalah satu-satunya harta yang tersisa. Pantas saja Tuhan masih membawa saya ke jalan ini sampai sekarang, saya disuruh harus belajar mengentaskan emosionil ini. Karena akan sangat membebani jika terus menerus membawa-bawa kenangan lama, sulit melepas benda-benda, sekecil apapun.

Saya bahkan masih menyimpan bros dan lip ice yang pertama kali dibelikan oleh Papa, 15 tahun yang lalu saat saya hendak dikirim ke Gorontalo untuk sekolah. Bros itu tentu sudah karatan, terakhir dipakai pun 10 tahun yang lalu, dan lip ice nya.. ya sudah kadaluarsa lah pasti. Entah kenapa mereka selalu lolos dari sortiran saya selama ini.





Walau memang berat sekali rasanya membuang keduanya. Tapi saya ingat kata-kata Marie Kondo: cinta orang yang telah memberikanmu benda-benda itu, tidak terpatri hanya pada benda. Mereka akan tetap ada, dan tetap mencintaimu walau mereka tahu kamu membuang pemberiannya. 


Ya, mungkin salah satu alasan kenapa selama ini benda-benda itu masih saya bawa adalah karena saya ingin terus mengingat bahwa pernah ada masa di mana saya dan Papa begitu romantis, dan dia begitu menyayangi saya. I know he still does, though. It's just too weird to show it now. I'm a big girl. I don't need a hug anyway. Right.


Nyaris semua memento yang saya simpan-simpan selama ini berakhir di kantong pembuangan. Yang sulit lagi adalah ketika menemukan benda yang pernah dibeli, namun tidak pernah dipakai. Kecenderungan saya selama ini adalah untuk menyimpan benda itu dengan alasan mungkin suatu hari akan dipakai. Tidak. Sudah terbukti setelah beberapa kali menyortir barang, benda itu akhirnya tidak pernah terpakai. Lagi-lagi, saya ingat kata Marie Kondo nilai yang patut diambil adalah rasa senang, bahagia, antusias, ketika benda itu kamu beli. Bukan terletak pada benda itu sendiri, tapi perasaan yang kamu dapat saat mendapatkan benda itu. Maka berterima kasihlah padanya, dan beri dia kesempatan untuk berguna bagi orang lain. So I thank them, and put them in the donate box.


Sampai akhirnya saya mendapati sebuah speaker lama, yang saya sayaang sekali. Dulu, speaker inilah yang nemenin saya menempuh masa-masa skripsi. Masa di mana semua teman-teman saya sudah lulus dan bekerja, dan saya masih berjuang untuk penelitian S1. Suaranya bagus, dan saya yakin kalau dipakai senam ibu-ibu di depan rumah, pasti bisa bikin semangat joget-joget. Tapi saya sudah punya speaker baru, yang lebih canggih dan setiap hari saya pakai. Speaker ini terakhir dipakai ya lima atau enam tahun lalu waktu masih tinggal di kost-kostan. Di sinilah ketulusan saya diuji. Apakah saya benar-benar mempraktekkan apa yang selalu saya bilang sebagai bukankah pemberian terbaik adalah memberi benda yang paling kita sayangi? Saya masih belum bisa memutuskan. Karena saya benar-benar ingin memastikan bahwa penerima speaker ini nantinya bisa benar-benar memanfaatkannya. Jangan sampai dia disangka sebagai speaker usang jelek dan akhirnya tertumpuk, dan jadi rusak juga ujung-ujungnya. Sekarang, dia masih berdiam di dalam kotak abu-abu. Kotak antara, yang menjadi perantara benda yang disimpan atau dikeluarkan.

I love you, Pal. I really do.

Memento lainnya adalah berupa foto. Saya juga baru baca bagian foto pagi tadi sambil sarapan. Memang yang paling tricky, dan yang paling sedih adalah cerita Marie Kondo saat kliennya menunjukkan sekotak foto, milik mendiang kakeknya. Jika saja foto itu disortir oleh si Kakek sendiri, maka tidak perlu menjadi beban bagi si cucu yang sekarang serba salah apakah akan menyimpan foto itu atau membuangnya.

Jadi, untuk saya, semua foto-foto yang tidak tersimpan di dalam album; gone. Saya masukkan ke dalam kantung khusus, nanti akan saya bawa ke kantor untuk di paper shred. I like paper shredding.


I have to cut a page from the album. Terlalu gelap. Ya Allah please forgive me :(


Foto jaman KKN

Masih jaman KKN

Dan ada dua lagi foto with my exes, yang sudah saya cabut semua dari album, dan saya potong seluruhnya. Foto yang dengan exes itu tidak saya masukkan ke kantung untuk di paper shred, but I cut it with my own hand. Saya guntingin kecil-kecil sampai tidak bersisa, supaya tidak ditemukan siapa-siapa. Malu. Ya Allah.. I make taubah.. I really am. Insya Allah selama ini I turned down ajakan-ajakan pacaran, adalah karena-Mu Ya Allah. Because I don't wanna make that mistake again.

Menjaga hati dan niat ternyata adalah urusan paling sulit dalam hidup ini. Itulah kenapa, seharusnya seseorang tidak punya waktu mengurusi urusan orang lain. Karena memastikan dirinya melakukan sesuatu dengan niat yang tulus saja susahnya bukan main.

Nih saya cerita ya,

Dua -- eh udah tiga ding-- tahun yang lalu, tepatnya tahun 2018, merupakan titik pertama kali saya berkenalan ulang dengan Islam. Menemukan rasa yang pas dalam solat, baca Al-Quran, puasa dan sedekah. Untuk pertama kali dalam hidup --setelah lulus SMA-- saya kembali mendengar ceramah-ceramah agama. Lalu saya melipatgandakan jumlah rakaat saya dalam sehari, dengan tidak melepas solat-solat sunnah. Terutama saat Ramadan, walau ternyata, setahun kemudian, baru saya tahu bahwa ada beberapa solat sunnah yang justru terlarang dan justru saya kerjakan. Bodoh ya. 

Tapi.. sekarang saya ingat-ingat lagi. Kenapa dulu saya begitu gencar mendirikan solat? Apa niat saya?

Ya.. jujur saja, niat saya adalah supaya dipersatukan dengan seseorang. Saya selalu mendoakan dia. Dalam sujud, dalam setiap solat. Dalam hujan, dalam sepertiga malam. Benar-benar yang ada di otak saya hanya dia. Dan untuk itulah saya mendekat kepada-Nya.

Baru saya tahu sekarang, bahwa ternyata, itu pun salah.
Padahal sudah solat, puasa, sedekah, tapi kalau niatnya salah, ya amalannya salah.

Sekarang, saya hanya bisa beristighfar. Menyesali, dan berjanji untuk berusaha tidak mengulanginya lagi. Ini yang sulit. Tidak mengulanginya lagi. Sedangkan, manusia itu cenderung tertarik pada pola. A familiar pattern. Memutus pola itulah yang nantinya akan mengundang kehidupan baru, tapi memutusnya, bagai memutus rantai baja, pakai gunting nya tukang jahit. Kudu kenceng effortnya.

Makanya saya selalu yakin, apapun yang reward nya super, effort nya juga pasti super. Jika surga begitu manis dibayangkan, itu karena proses menggapainya pun luar biasa. Bisa saja kita solat puasa sedekah dan beramal tidak berhenti seumur hidup, tapi hanya dengan satu riya saja, jadi cancel semua. Hanya salah niat saja, langsung batal semuanya. Niat beramal harus tulus, bukan modus. Jangan nanti setelah dikabulkan, lupa lagi sama Allah. Begitu kata Ust Hanan Attaki yang saya dengar barusan sambil makan malam.

Menjadi manusia ini rumit ya. Belum selesai urusan perniatan ini, sudah ada urusan-urusan lain yang harus kita selesaikan.


Untuk itu lewat decluttering ini juga saya belajar bahwa, memaafkan diri sendiri itu teramat penting. Mungkin kita pikir kita sudah move on. Mungkin kita pikir kita sudah memaafkan kesalahan kita yang lalu, yang pernah menghabiskan begitu banyak waktu menyayangi orang yang salah. Tapi mungkin belum sedalam itu. 

Decluttering adalah saat di mana seseorang memaafkan dirinya sendiri, sambil berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi kesalahan itu. No matter how tempting. Juga untuk menemukan standar, bahwa suatu nanti jika hati harus kembali tertambat, jangan andalkan perasaan apalagi penilaian fisik semata. Telisik lebih dalam, apakah dia punya level of consciousness yang minimal sama. Karena akan sulit nanti, kalau kamu mati-matian mempertahankan benda yang kamu miliki agar jangan gampang membludak dan harus di declutter lagi, mengulangi proses membuang-buang barang lagi, tapi ternyata pasanganmu adalah yang suka impulsive buying apalagi pas diskon harbolnas-harbolnas. Gee. Saya gak pernah beli apa-apa dari harbolnas sejak decluttering terakhir empat tahun yang lalu. Karena saya tahu, yang dijual di harbolnas bukan yang saya butuhkan. Yang saya butuhkan, gak pernah discount!

***

 Pertanyaan yang patut ditanyakan berulang-ulang selama proses discarding ini adalah kenapa, dan untuk apa. Dua pertanyaan itu terbukti ampuh dan akhirnya saya bisa melepaskan sebuah binder berisi kumpulan kliping ajaib saya sejak SMP. 

Dulu, sewaktu SMP, saya selalu mengurung diri di kamar setiap pulang sekolah. Baru keluar kamar sore hari, untuk berangkat les. Saya selalu mengurung diri, baca buku atau bikin kliping. Termasuk mencatat detil dari Harry Potter, seperti nama-nama anggota keluarga Weasley, nama teman-teman Harry, bagian dari Kementerian sihir, jenis-jenis ramuan, jenis-jenis tumbuhan sihir, makhluk sihir, daftar mantra, daan nama-nama penjaga Azkaban.




'The devil is in the detail' kata Pak Iskandar Waworuntu, Bulan Mei lalu waktu saya masih jadi host di acara itu.




Juga kliping tentang Eminem, Mischa Barton, Ashley Simpson sampai.. Bojes AFI!




Memang sulit ya, karena kliping ini adalah kebanggaan saya. Cita-citanya sih tadinya nanti kalau punya suami mau saya pamerin ke dia. Tapi sekarang saya pikir lagi.. what's the point anyway. Baru buka halamannya saja saya langsung bersin saking lamanya ini disimpan.

Saya juga berhasil mengentaskan kartu-kartu member yang sudah expire, ATM, kartu-kartu nama yang saya simpan sejak awal karir memasuki pekerjaan ini. 

Karena inti dari semua itu bukan pada benda. Tapi pada ingatan yang akan saya bawa. Jika suatu hari nanti saya lupa, dan tidak ada hal signifikan terjadi pada hidup saya, ya berarti memang benda-benda itu tidak se-berarti itu. 

Perjalanan men discard memento ini tidak selesai seharian rupanya. Saya masih butuh esok untuk melanjutkan. Sampai hari ini, baru berhasil di separuh perjalanan. Masih ada pengaturan box demi box untuk menyimpan mereka yang tersisa. Kalau sudah sampai di tahap ini, barulah penting untuk menetapkan target. Misal dari lima box yang kamu punya, kamu ingin berapa kotak yang dikosongkan, dan untuk apa. Lagi-lagi, have a visual! Perjalanan ini tidak akan ada artinya kalau kamu tidak punya tujuan.

Tadi siang juga saya harus break lima jam untuk menemukan tujuan setelah semua barang terbongkar habis.

I want a lighter life. Look at this mess! How will I have children if I can't stand my own mess. Their mess will be mine too. So it will be double mess if I have them. Oh don't forget the husband. So it's a triple mess! 

Selama proses decluttering ini, rumah akan 'tutup' sementara. Saya tidak akan mengijinkan siapapun menengok isi dalamnya karena saya benar-benar menumpahkan semua isi masa lalu saya di sini. Di ruang ini. Tapi yang terpenting adalah prosesnya. Bukan hasil akhirnya. Kalau prosesnya benar, maka hasil akhir itu akan awet lama dan kamu tidak akan rebound. Bisa jadi setelah ini jadi tidak perlu decluttering lagi seumur hidup.

But first.. coffee. I brew this V60 baby at 5PM.

***
Saya ingin tutup tulisan kali ini dengan sebuah kalimat yang manis sekali. Tulisan ini sudah lama lolos sortir. Tapi kali ini, saya (lagi-lagi) ingat kata Marie Kondo : the person who write you that, maybe forgot that they wrote it. The point is not in the letter. It's the feeling that you have when you first have it. So thank them, and move on.


"You're Chandler to my Joey.. I wish you to be happy wherever and whenever you are, my powerpuff girl. Love you always. C.I.K.A" (with a F.R.I.E.N.D.S coloured dot). 

I love you too, Sist. 

***

Bogor, 13 January 2021, 11.11 PM
Currently decluttering, so I'm practically a new person.

Comments

Popular posts from this blog

Something to Look Forward to

Inside the Mind of a Woman

144 Hours without Instagram