Berjalin Berkelindan
Wise man once said, life is a scattered dot. It's never random at all.
Tuhan kita kerap memberi panduan dengan teka-teki, supaya manusia-Nya berpikir, berakal, dan mau memahami. Salah satu teka-teki yang Dia beri, adalah dengan 'acaknya' susunan ayat di dalam Al-Quran. Yang hanya jika kita lihat dan telaah lebih dalam, susunan acak itu ternyata saling terkoneksi satu sama lain, membentuk pola bangunan utuh. Seperti titik-titik yang tersebar, saling berjalin berkelindan satu dengan lainnya, hanya bagi mereka yang memiliki ilmu.
Seolah ingin mengatakan bahwa, hidup juga demikian. Satu kejadian dengan kejadian lain seperti acak dan tidak saling berkaitan. Tapi lama setelahnya barulah kita tahu, kenapa itu semua terjadi.
Salah satu teka-teki di dalam Al-Quran yang berhasil dipecahkan dan disambungkan scattered dot nya adalah di Surah Sad lihat di sini.
Malam ini, setelah hangout online jilid 2 sampai jam setengah dua (yang pertama sampai jam 1) pagi, saya jadi ingin menulis sesuatu tentang hal yang tampak acak, tapi ternyata saling berkaitan.
Dari satu cerita ke cerita yang lain, baik itu yang diceritakan di forum tadi atau cerita-cerita terpisah yang pernah disampaikan pada saya, ada satu kesamaan yang menghubungkan semuanya.
Semua cerita itu sama, sama-sama tentang keinginan yang belum terwujud. Entah apapun itu, mulai dari urusan percintaan sampai karir. Juga semuanya itu sama-sama punya masa lalu yang belum selesai.
Seolah ingin menandakan bahwa, jika ingin mendapatkan apa yang kita mau, maka kita harus bisa dulu menghadapi masa lalu yang kita lari darinya. Bukan itu mencari pahala, apalagi membahagiakan si masa lalu itu, tapi semata-mata untuk membuat diri kita lepas. Mungkinkah itu definisi ikhlas? Memberi ruang kosong pada hati, dengan melepas apa yang selama ini menjadi penghalang dan clutter yang tak kunjung dibuang?
Pertanyaannya adalah.. bagaimana cara menyelesaikan dan berdamai dengan masa lalu?
Jika itu hubungannya dengan orang lain yang berbuat salah pada kita, apakah dengan memaafkannya? Bagaimana jika dia tidak minta maaf?
Jika itu hubungannya dengan keinginan orang tua yang bertolak belakang dengan kita, bagaimana menyelesaikannya? Menasihati orang tua tentu bagaikan menggarami Danau Toba. Tapi untuk mengikuti keinginan mereka, hati ini juga terganjal dan tidak senang.
Apakah mengikuti senang nya hati, adalah hal yang paling utama dalam hidup?
Jika tidak, bagaimana jika kita harus terus menerus berkorban perasaan, menjalani hidup dalam kesedihan, hingga lupa caranya menikmati hidup dan harus terus menerus mengingatkan diri untuk bersyukur padahal syukur seharusnya menjadi aksi paling tulus yang tidak perlu dibuat-buat?
Ragam masalah itu, ternyata semua memiliki kesamaan jenis akar.
Sekarang yang terpenting adalah, bagaimana seseorang itu memanuver jalan cerita, karena tentu permasalahan itu tidak akan kunjung selesai kecuali memang sudah ajal.
***
Bogor, 7 Juni 2020
01.19
"Terima kasih wa so beken snang hati"
itu kalimat terakhir almarhumah untuk saya, yang tidak akan pernah saya lupa.
Comments
Post a Comment