No matter what we breed, we still are made of greed
Unless we can handle the greed within, we will never be able to satisfy with life.
Lihat coba sudah berapa bulan kita gak ke mall? Me personally, sudah dua bulan gak ke mall, padahal sebelumnya minimal dua minggu sekali menyambangi mall. Setidaknya untuk makan siang atau ambil uang di ATM yang dibarengi dengan melipir tipis-tipis ke Guardian atau Watson and ends up bringing one or two bottles of soap. (I love soap-buying).
Ternyata kita hidup! Kita survive, dan toh masih bahagia. Bagi yang mau bahagia, bisa eksplor banyak hal di sekitar yang kemudian jadi hobi baru. Ada yang tiba-tiba jadi tukang tanam-tanam, ada yang jadi maenan ikan, ada yang jadi bikin komunitas baru dengan tetangga, macam-macam hal ternyata bisa dilakukan untuk mengisi kekosongan dan itu tanpa mengeluarkan uang sepeserpun!
Sudah semestinya juga selepas masa pandemi ini kita memulai sebuah 'new normal' yang bebas dari hedonistik duniawi. Menerapkan gaya hidup minimalis yang sudah dilatih oleh semesta selama berbulan kita #dirumahaja . Menurut saya sih mestinya bisa. Kalau lepas pandemi malah langsung 'balas dendam' nge mall dari pagi sampai tutup, belanja ini itu atas nama rindu dan ATM yang masih tersisa banyak.. itu artinya level ndableg nya sudah di luar batas bantuan. Sudah tidak tertolong lagi kecuali dengan keajaiban kehendak-Nya.
Hidup dengan 'excess' tidak pernah membawa faedah. Itu juga yang sekarang banyak orang sadari, ketika dia harus tinggal di rumah se-lama yang bisa dia prediksi, dan mendapati banyak barang-barang di rumahnya yang sebetulnya tidak terpakai. Di beli dulu sekali, tapi entah apa gunanya kini. Akhirnya ujung-ujungnya dibuang. Hei lihat.. barang-barang yang dibuang itu tadinya uang juga. Kalau untuk yang sekecil itu saja masih disia-siakan, apa gak menyakiti perasaan Yang Memberi? Ya walaupun Tuhan kita Maha Penyabar dan tidak mungkin punya perasaan se negatif itu, tapi kan sebagai hamba sudah sepatutnya kita menghargai pemberian-Nya. Excess, boros, membuang-buang, sembrono, itu adalah ciri kecil orang tidak bersyukur. Gimana mau dikasih kepercayaan yang lebih besar lagi kalau dengan yang kecil saja gak bisa dijaga.
Allah sudah kasih kita kepercayaan, dengan sejumlah uang, sejumlah sehat, raga yang masih bisa beraktifitas, hati dan lisan yang masih bisa meminta ampun. Semua hal yang Dia kasih akan mudah terdistorsi hanya dengan keinginan-keinginan dari iklan selintas lewat manapun. Tapi kita tidak bisa mengendalikan iklan. Tidak bisa menutup sosial media hanya karena tidak ingin tergoda dunia, karena ada perasaan orang yang harus dijaga,
Makanya, kita sekarang dilatih untuk menahan diri. Udah mah pandemi, ramadan pula. Kalau begini juga gak bisa bikin kita berubah jadi lebih bijak dengan keuangan, meminimalisir excess dan beralih ke merawat yang ada.. ga ngerti lagi deh apa yang bisa bikin berubah.
***
Bogor, 16 Mei 2020
Ternyata deadline aplikasi beasiswa sudah semakin dekat. Wkwkwk ditunda 4 bulan, gak kelar juga. Atas nama berpikir, lambat sekali mengetik untuk form-form itu. Atau sebetulnya.. peran ku sebagai seorang 'thinker' itu hanyalah alasan saja, bahwa sejatinya akutu adalah 'procrastinator' berlandaskan pikiran.
Call it what you want, Mim. You'll never get anything done just by procrastinating it.
Comments
Post a Comment