Changing Colours
Dulu.. saya suka warna merah.
Sejak lulus SMA, dengan usia masih tujuh belas hingga memasuki semester awal kuliah, saya selalu memilih merah.
Berani..
Kata orang.. Aries adalah Api. Dan Merah berarti Membara. Saya.. dan antusiasme berlebih, berusaha tampil mengunjuk diri.
***
Kemudian.. Saya suka toska.
Atau jika sulit didapat, saya akan pilih biru muda -langit. Saat itu usia saya dua puluh satu. Nyaris lulus kuliah meski belum juga.
Biru dan hijau toska, artinya tenang.
Saya ingin bisa tenang,
Padahal waktu itu, belum bisa juga. Berusaha memadamkan api yang terus menerus gelisah ingin membakar.
Bingung..
Saya bingung dengan identitas. Entitas. Gelisah menunggu giliran, untuk mempresentasikan diri saya. Teman lain sudah selesai, sudah berjalan menuju panggung selanjutnya.
Saat itu, saya masih menunggu giliran.
***
Usia saya dua puluh lima.
Waktu kecil, saya pikir dua puluh lima adalah saatnya berumah tangga. Karena sudah terlalu tua.
Ternyata, apa yang dipikir tidak selalu bisa benar. Mendekati pun tidak.
Berkali-kali patah hati saya rasakan jelang usia menakjubkan ini.
Ditinggal pergi, diruntuhkan lalu ditinggalkan lagi..
Saya habiskan air mata memasuki hari pergantian usia. Yang saya rayakan dalam gelap dan hitam.
Maka sejak itu, warna saya pun berubah.
Hitam.
Bukan hitam duka, melainkan hitam yang sesekali dikombinasikan dengan putih atau abu-abu.
Jalinan monokrom yang amat tepat mewakili segala suasana hati. Pagi, malam, dan mendung. Jika pagi cerah, tentu ada malam yang menggelapkan. Dan diantara mereka berdua, kelabu menggelayut.
Saya ada dalam ketiga nya. Dalam cerah dan gelap. Dalam hitam dan putih. Dalam kelabu di antara.
Disitulah saat saya menemukan minimalism. Yang juga mengkombinasikan warna yang telah saya tetapkan. Monokrom.
***
Tuhan memang ciptakan banyak warna.
Agar manusia sadar perbedaan dalam setiap lapis cahaya.
Karena kita selalu inginkan bahagia, dalam seimbang tata dan cara.
Hitam ~ Putih ~ antara.
Comments
Post a Comment