Accessing Microcosmic
Sebuah artikel pernah menyatakan bahwa teknologi paling mutakhir di masa depan bukanlah dunia digital dan mesin seperti sekarang, melainkan kemampuan internal manusia.
Oke, sebentar. Sebelum saya jelaskan apa maksudnya, ada baiknya kita tengok sebentar teori ini:
Bumi itu bulat, dan semua orang percaya bahwa pergerakan bumi pun membentuk lingkaran. Oval, round, you name it. (This discussion is excluding flat earth believers) karenanya apa yang ada di seisi bumi, pun bergerak melingkar bahkan hingga partikel terkecil seperti atom dan inti atom.
Tidak terkecuali bagi perubahan jaman. Berputar, mengeliling, hingga akhirnya kembali ke titik semula. Yang bisa jadi, adalah; ketiadaan.
Teori ilmiah bukan untuk dibuktikan, seperti kata Dr Percy Seymour dalam bukunya yang mengatakan bahwa "one extremely important aspect of the scientific approach which is known to all scientists, but may not be so well known to nonscientists, is that there is no such thing as scientific proof. One can only show that for a limited set of circumstances the model makes predictions that turn out to be consistent with the data."
Pendekatan yang membawa saya pada keyakinan bahwa segala sesuatu di semesta ini terhubung satu sama lain, dan berputar dengan irama yang sama, sehingga menimbulkan dampak yang serupa: bergerak memutar.
***
Peradaban yang Hilang
Konon pada jaman dahulu kala, jauh sebelum Jaman Es di mulai, bumi sudah dihuni oleh suatu peradaban yang begitu maju, begitu rupawan. Saking canggihnya, peradaban itu bisa mengakses dunia luar selain dari di bumi.
Peradaban itu kemudian dikenal dengan nama 'Atlantis' sebagai sebuah peradaban yang hilang, namun abadi dalam tulisan seorang filsuf: Plato.
Puluhan - bahkan ratusan tahun sudah pencarian terhadap peradaban ini dilakukan, dan belum juga menemukan titik temu. Sebagian berpendapat Atlantis berada di Samudra Atlantis, tenggelam bersama kisahnya yang heroik. Hingga baru-baru ini - sekitar enam atau lima tahun yang lalu, dunia dikejutkan dengan penemuan oleh seorang ilmuwan Brazil, Prof Arysio Santos, yang menyimpulkan bahwa peradaban yang hilang itu, berada di INDONESIA.
Penemuan-penemuan menakjubkan (yang kemudian didukung dengan penemuan Gunung Padang sebagai piramida tertua di bumi), mendukung serangkaian pendekatan teori Sang Professor. Saya ingin sekali menuliskan tentang ini, namun sepertinya jika berkaitan dengan Atlantis, saya lebih suka berdiskusi dan mendengar.
Yang saya ingin tekankan disini adalah tentang Atlantisnya, bukan Indonesianya, apalagi bukti-bukti yang diyakini membuktikan teorinya.
Bahwa dulu, ada peradaban yang sedemikian maju. Peradaban yang mampu menciptakan mobil-mobil terbang, dan mampu berkomunikasi jarak jauh. Darimana kita tahu kecanggihan peradaban Atlantis? Dari serangkaian relief di candi serta artefak yang dikumpulkan serta dituliskan oleh Arkeolog.
Cerita tentang Atlantis sendiri dikisahkan dari buku yang ditulis oleh Plato. Sang Filsuf boleh jadi mengarang cerita, bagi yang tidak percaya. Namun jika ia sedang mengarang, mengapa begitu tepat?
Lihat sekarang. Kita nyaris menciptakan mobil-mobil terbang. Close. Kita sudah mulai membangun koloni di Mars. Close.
Peradaban Atlantis pun menyimpan pengetahuan di dalam kode-kode. Peradaban kita saat ini, dalam dunia digital, juga menyimpan data dalam kode-kode binary.
Jadi jika dikatakan bumi itu berputar, maka peradaban pun berputar. Bergerak mengeliling, mendekati titik awal: ketiadaan.
***
The Disasters
Kentara sekali orang sekarang sangat takut pada bencana alam, perubahan iklim, dan pemanasan global. Nyaris di semua film Hollywood mengangkat isu perubahan iklim sebagai pemicu perbuatan jahat yang akan diantisipasi oleh orang baik.
Karena mungkin mereka sadar, bencana itulah juga yang menghabisi peradaban sebelumnya, yang ditutup dengan Jaman Es atau Ice Age.
***
Alkisah di Benua Atlantis, terdapat sebuah peradaban yang demikian canggih hingga orang tidak perlu lagi bergerak untuk bisa mendapat makanan.
Kecanggihan itu membawa pada keserakahan, ketamakan, dan eksploitasi habis-habisan yang membawa pada perubahan mengejutkan: Bencana.
Banjir, longsor dan tsunami, menenggelamkan benua penuh intelektual. Menghabisi semua yang ada di dalamnya, kecuali mereka yang bisa mengakses dunia lain. Konon mereka kabur ke semesta luar, dan tetap berinteraksi dengan makhluk bumi selanjutnya.
Pola itu sudah mulai terlihat kini. Pada teknologi yang semakin pintar, mengarah pada kecerdasan buatan, dan melebarkan kesenjangan. Antara keserakahan dan pemborosan menjadi dekat, berjauhan dengan rasa saling mengerti dan kebersyukuran.
Akibatnya, bencana alam terjadi dimana-mana. Kekeringan melanda karena sungai ditimbun jadi perkebunan. Longsor menimbun karena pohon ditebang habis tuk dijual.
Apakah ini sudah cukup untuk dijadikan pendekatan bagi teori tentang peradaban yang berpola melingkar?
Jika Ya, saya ingin melanjutkan kepada inti bahasan saya.
***
Teknologi Masa Depan
Kekuatan internal yang saya maksud tadi, biasanya dipercaya sebagai kemampuan supranatural. Kemampuan kuno, yang dipercaya hanya sebagai mitos. Seperti orang yang bisa menghilang, kemampuan menggerakkan benda dari kejauhan, dan kemampuan melepaskan ruh dari jasad.
Apalagi di Indonesia, di mana dongeng serta mitos amat kental dan mulai ditinggal. Kekuatan ini dulu pernah ada, melalui kisah heroik para pahlawan dalam cerita. Sebagian percaya sebagain meremehkan. Ya tidak apa.
Pada jaman peradaban Atlantis, katanya orang pun bisa terbang. Bisa menghilang. Bisa bepergian dengan kecepatan kilat.
Darimana datangnya kemampuan itu jika tanpa mesin?
Yaitu dari kemampuan mengakses mikrokosmos. Mikrokosmos dipercaya sebagai semesta yang berada di dalam setiap tubuh manusia. Dalam film Lucy, sebuah film fiksi bergenre sains, mencontohkan kemampuan seseorang dalam mengakses otaknya. Bahwa ternyata kita hanya mengakses otak sebesar kurang dari 20% saja. Semakin besar yg bisa diakses oleh manusia, maka semakin besar juga kemampuannya berinteraksi dengan partikel disekelilingnya, yang manifestasinya adalah penggerakan benda-benda.
Pernah dengar String Theory?
Ketika sebuah partikel dilihat dari empat dimensi. Ketika semesta tidak lagi tiga dimensi, tetapi empat. Yang menyatukan seluruh isi semesta di dalam sebuah string yang terhubung satu sama lain melalui frekuensi?
Teknologi itulah yang saya maksud di awal dengan kemampuan internal.
Kemampuan mengakses mikrokosmos sehingga kita bisa berinteraksi denhan kosmik yang lebih luas melalui setiap partikel-partikel penyusunnya. Ke depan, setidaknya teknologi itu akan lebih dulu digunakan di ranah medis, penyembuhan dengan berinteraksi pada partikel penyusun tubuh manusia.
***
Mengakses Mikrokosmos
Mikro yang artinya kecil, artinya adalah bagian terkecil dari semesta, yaitu diri sendiri. Setiap manusia, bisa mengakses semesta di dalam dirinya, hanya jika ia bersedia.
Mikrokosmos tidak mungkin diakses dalam dunia penuh kebisingan. Perlu hening dan konsentrasi yang diciptakan dari keseimbangan harmoni antara pikiran dan hati. Jika tidak seimbang, tidak mungkin seseorang bisa mengerti hal-hal yang tidak dia pahami sebelumnya.
Hanya dengan hening kita bisa jernih memahami.
Hanya dengan diam, seseorang bisa lugas mendengar.
Kita sekarang terlalu disibukkan dengan berbagai aktifitas yang menipu. Seolah produktif padahal tidak mengarah kemana-mana. Tanpa sadar bumi terus berjalan, menjelma sebagai waktu and before we know it, Bam! We're fifty, and had nothing done in our dreams. Dan ramai. Bumi semakin ramai sampai nyaris tidak ada ruang untuk sendiri. Semakin banyak orang berbicara tentang dirinya tanpa benar-benar mengenali dirinya sendiri. Apalagi orang lain.
***
Peradaban terus berputar, tanpa sadar kita sedang menuju era kejayaan Atlantis sebelum menghilang. Tanpa sadar ini adalah penghujung, bagi permulaan. Jaman dimana segala transisi berlangsung di sana sini, dan peralihan teknologi semakin tidak bisa dicegah.
Kita sedang menuju masa kejayaan Atlantis. Masa dimana teknologi semakin canggih. Masa dimana orang mampu mengakses mikrokosmos dan berinteraksi dengan makrokosmod.
The end is near.
***
Jika kejernihan ingin didapat, maka berusahalah untuk tenang.
Jika ketenangan ingin didapat, maka berusahalah untuk mendengar.
Pergi jika ingin pergi, dan bertahan jika ingin bertahan.
Jika seimbang yang diharap, maka menjauhlah jika tidak bisa mengubah energi-energi negatif yang tidak bisa kita kontrol.
Clarity, as a result of minimalism, is one of the access to microcosmic world of our own.
***
Terimakasih sudah membaca,
(And for the first four readers who's always here in every post I wrote. Thank you).
Comments
Post a Comment