Thing to Declutter Part Four: Social Life




How often do we say: I need some space - to the one we love? Little did we know, we've been surrounded by toxic people, toxic relationship, or toxic friendship. We never knew it would harm that much before we get some 'space' with our self.

Everyone should need to distant them self for a little while. To think and re-arrange the plan to reach their goal. Or to create new goal.

***

Hidup di jaman serba digital, dimana media sosial menjadi candu yang sulit untuk dilepas membuat orang kini semakin mudah stres dan tersinggung. Kemudahan berkomunikasi bukan membawa pada ketenangan, tetapi malah membuat orang semakin gampang bertentangan.

Orang yang tadinya tidak saling mengenal, bisa berteman akrab di media sosial. Saling melempar joke bahkan saling menggoda. Lalu yang tadinya berteman, bisa menjadi berlawanan ketika beda pilihan calon presiden.

Wise man once said: choose your friend wisely. They represent your self.

Membersihkan diri dari hubungan sosial bukan berarti memutus tali silaturahmi. Bisa saja kita tetap menyapa ketika bertemu, tersenyum dan bertanya kabar,. Tetapi tidak pernah mengetahui apa apa saja yang dia post di akun media sosialnya. Hanya memberi sedikit 'ruang' bagi pertemanan itu tetap utuh, tanpa harus merasakan energi negatif yang ditularkan melalui keseharian. Menjaga jarak, bukan menghilangkan jejak.

Entah itu teman, kenalan lama, bahkan pasangan sekalipun (bagi yg belum menikah), kalau memang setiap hari ribut dan berantem terus ya untuk apa dipertahankan. That won't make us an evil, by letting go of some people. Tidak usah takut sendirian. Toh pada akhirnya kita semua akan sendirian di ruang sempit berukuran 1,5 meter.

***

Saya menerapkan ini semenjak Oktober tahun lalu. Ketika saya mulai menemukan bahwa following certain people yang saya kenal di dunia nyata tidak membawa faedah apa-apa di dunia maya. Tidak semua keseharian orang yg saya kenal itu penting bagi saya.

Apa yang mereka makan, apa yang mereka kenakan, apa yang mereka pikirkan. Rata-rata itu yang orang tuliskan di akun mereka. Bagi saya, postingan semacam itu hanya akan membuat saya membandingkan hidup saya dengan mereka. Dan pastinya.. Their grass is greener yang membuat saya merasa insecure. Padahal postingan instagram hanya mewakili sepersekian persen kebahagiaan seseorang. Dibelakangnya bisa lebih dalam lagi, atau justru sebaliknya.

Akhirnya saya memutuskan untuk melepaskan satu persatu akun yang tidak memberi pengetahuan - informasi baru yang berguna bagi hidup saya. Dan ya, tentu saja saya merasa lebih ringan, media sosial menjadi lebih menarik, dan saya jadi lebih bahagia.

Kalau dulu saya akan khawatir mereka berpikir buruk tentang saya jika mereka tahu saya berhenti mengikuti mereka. Sekarang tidak lagi. I live for my self, and opinion of other won't matter to me unless it comes from someone I love or someone who matter to me.

***

Memilih teman untuk dipertahankan, membuat kita akan menjadi lebih fokus pada hal yang bermanfaat bagi kehidupan kita. Memupuk dan terus mempererat jalinan silaturahmi dengan orang-orang yang kita sayangi, dan balik menyayangi akan membuat kita bisa melakukan lebih pada mereka yang juga akan melakukan hal yang sama.

But before you let them go either from your life or from your digital life, whisper gratitude to their invisible soul. Thank you for all the great time we've had together. Now that we've grown up and move on with our life.

***

Karena bahagia itu kita yang memilih, dan kita yang membuat. Jika orang lain tidak bisa membuat kita bahagia, kitalah satu-satunya yang bisa membuat diri sendiri bahagia.

Comments

Popular posts from this blog

Something to Look Forward to

Inside the Mind of a Woman

144 Hours without Instagram