Fighting the Old Habit: How to Deal with Stuff that Spark Joy in Store, but You Don't Need
First of all, start to reduce the visits to the mall. Before you've mastered the art of minimalism, better not to go to the mall at all.
Because I know how hard it is to refuse the big board of ALL ITEM SALE in the brand new shoes we like.
Diawali dengan 'ah cuma liat' diakhiri dengan 'ada lagi? Kalau tambah satu jadi lima ratus ribu dan gratis member' yang kemudian galau berkepanjangan, antara menambah satu sepatu that we don't need atau melewatkan kesempatan emas tawaran yang katanya terbatas.
***
Mungkin bagi sebagian orang jalan-jalan ke mall adalah satu bentuk melepas penat yang efektif, karena hutan jauh dan pantai apalagi. Uang bukan masalah, karena mereka punya akses berlebih dan bisa membeli apa saja sehingga mereka tidak akan keberatan untuk masuk ke toko-toko yang menjual benda-benda menyenangkan. Entah itu baju dengan bahan super lembut, design super lucu, atau sepatu yang super empuk, nyaman dan elegan untuk dipakai.
Jika kamu termasuk orang seperti itu dan ingin menjadi minimalist, jangan khawatir. When there is a will, there is a way (ingat pesan berwarna merah di bagian paling bawah buku tulis jaman SD dulu).
Decluttering bukan satu-satunya pintu masuk menjadi minimalist. Bahkan bisa dibilang declutter hanyalah tahap pembuka. Selebihnya, mempertahankan benda agar tidak beranak pinak - seperti yang sering orang keluhkan - dengan mengubah mindset. Kuncinya ada di pola pikir.
Cara berpikir kita yang selama ini konsumtif, selalu merasa kurang dan merasa punya kesempatan terbatas, pelan-pelan harus digeser. Bahwa barang baru tidak lantas membuat bahagia. Bahwa apa yang kita miliki saat ini, jumlahnya sudah cukup. Bahwa penawaran terbatas yang disebut oleh petugas kasir, akan selalu datang di tiap musim.
Tissu toilet, misalnya. Kita hanya punya dua rol di rumah. Satu di dalam kamar mandi, dan satu sebagai cadangan di lemari. Begitu pergi ke supermarket, kita melihat tisu rol enam gulung sedang diskon. Berpikir bahwa tisu di rumah tersisa satu, dan kesempatan 'selagi diskon' dapat murah, adalah cara berpikir yang harus diubah.
Kita punya satu di toilet dan satu di lemari. Bukankah cukup? Mungkin jika tinggal sendirian, jumlah itu akan cukup untuk.. Dua minggu? Satu bulan? Apalagi untuk seorang pekerja yang jarang di rumah. Lalu apa poin nya membeli banyak untuk 'stock' dan murah jika ternyata harga enam rol tetap lebih mahal dari harga satu rol?
Kebiasaan menumpuk cadangan juga salah satu sumber clutter dan pemborosan yang tidak kita sadari. Karena belanja bulanan jadi membengkak untuk persediaan hingga enam bulan ke depan dengan asumsi agar bulan depan tidak beli lagi. Faktanya, ketika bulan depan datang dan kita merasa tidak perlu membeli tisu rol, tetapi kita lihat gaji kita masih utuh, pasti kita tergoda utk membeli hal lain. Yang kadang.. Tidak kita butuhkan.
***
Lantas bagaimana jika kita menemukan benda yang membuat bahagia, and we desperately want to buy it, tapi kita tahu kita tidak butuh?
Well, this is only IF you got the money. The spare money yang memang sudah di budgetkan untuk pleasure. For the sake of minimalism.. Buy that stuff!
What?
I say.. Buy that stuff!
But not for you. Use it as a gift. To the person you truly care. To the person who spark joy. Misal ketika ingin membeli sepatu, ingin sekali beli sepatu tapi tahu bahwa kita masih punya cukup sepatu dan kita tidak butuh sepatu baru. Tapi kita ingin sekali, dan sepatu itu pun sangat sangat kita sukai. Kita pun punya anggaran untuk beli sepatu, dan tidak berniat untuk menabung anggaran itu.
Maka belilah sepatu tersebut, dan berikan kepada orang tercinta. Bisa untuk Ibu, untuk sahabat yang selalu ada membantu disaat kita butuh, atau untuk mentor yang selalu sabar mengajari dan menuntunt kita dalam berkarir.
Jika ada anggarannya, dan ada benda yang diinginkan, maka tidak ada salahnya untuk membelikan orang lain sesuatu yang amat kita inginkan. Melihat mereka bahagia, melihat pancaran bahagia dari orang yang membuat bahagia, what beauty you can deny.
***
Dalam Islam kita selalu diajarkan untuk memberi sesuatu yang paling kita sukai. Itu sunnah. Minimalism menyeimbangkan antara kebutuhan dan keinginan. Kita tahu dengan membeli barang yang diinginkan tapi tidak dibutuhkan hanya akan mengkhianati prinsip yang tengah dibangun. Ini pun melatih jujur pada diri sendiri. Orang yang bisa jujur pada dirinya sendiri, akan membangun chemistry lebih dalam dengan diri sendiri dan saling mengenal lebih dalam.
You are the longest commitment with your self. Tidak banyak orang yang tahu apakah dia sudah mengenal dirinya sendiri atau belum. Saya pun mungkin masih belum mengenal diri sendiri. Saya belum benar-benar yakin apa yang saya mau.
***
The unexpected gift is the best. We expect gifts at our birthday, wedding, graduation, but we never expect someone to give us a gift on daily occasion. So the unexpected gift at the unexpected moment, can bring most pleasure even for the simplest one.
Jangan takut kehabisan uang jika banyak memberi kepada orang lain. Bumi itu bulat, dan segala sesuatu di alam semesta bergerak melingkar. Mulai dari inti atom hingga galaksi. What goes around, comes around. Karena hidup terlalu sebentar untuk menimbun harta kekayaan.
Comments
Post a Comment